Skrg ini, bnyk sekali media yg menceritakan kejelekan rumah sakit, atau oknum oknum dokter, sehingga pandangan masyarakat ttg dokter yg selama ini sebagai sahabat n penolong mereka, nampak seperti pemeras saja, padahal tak ada secuil pun hubungannya antara penolakan rumah sakit terhadap pasien dg dokter. Krn setiap pasien yg masuk rumah sakit, haus ada indikasi, dan yg tidak ada indikasi tdk boleh masuj rumah sakit, krn rumh sakit sendiri berisi penyakit2 yg justru dpt menular kpd org2 yang sehat.
Saya ign menceritakan perjalanan seorang dokter.
Utuk menjadi dokter, saat ini butuh waktu 6-7 tahun, bila tidak ada hambatan, kl ada, bisa 8 atau tak hingga. Hm d universitas saya, memakan waktu 6, 5 tahun bila tanpa hambatan.
Menjadi dokter kamu harus lulus tes, tentu tau sendiri susahnya lulus tes d fk, baik itu pmdk, kemitraan, umptn, umb, dll. Setelah lulus kamu harus daftar dg sumbangan plg kecil 20jt untuk kelas reguler, dan 67,5jt untuk non reguler bandingkan dg fakultas lain yg plg mahal 10jt. Setiap semester kamu bayar 2,94jt utuk reguler dan 5jtan untuk non reguler bandingkan dg fakultas lain yg cm 740rb. Kalikan saja 3,5 tahun.
Saat kuliah, kamu harus membeli buku yg tentu tgantung dg kmampuan, mau asli atau bajakan, bahkan ada harga bukunya 1, 4jt.
Sblm jd dokter, kamu kuliah dulu 3,5 tahun, lalu nanti dpt gelar sarjana kedokteran.
Dimasa saya, dg 22 blok dlm 3, 5 tahun. Setiap blok memiliki kuliah, diskusi kasus, skill lab, dan praktikum laboratorium. Dngan kehadiran kuliah 80persen, skill lab 100persen, diskusi kasus 100persen, dan praktikum 100persen. Kalo kurang dari itu, mesti kamu ngk bs ujian, atau mbuat pernyataan khusus, meskipun kamu sakit. Setiap blok ada ujian tertulis, ujian lisan, dan ujian skill.
Diakhir pendidikan, kamu harus membuat skripsi, dan barulah kamu dilantik menjadi sarjana kedokteran, dan memasuki masa2 dokter muda alias koass d rumah sakit.